Sejarah Selokan Mataram, Strategi Sri Sultan Hamengkubuwono IX Menyelamatkan Rakyatnya dari Romusha
Keberpihakan dan perhatian Sri Sultan Hamengku Buwana IX pada rakyat kecil sangat terasa. Hal tersebut terlihat jelas saat zaman penjajahan Jepang
Editor: Santo Ari
TRIBUNJOGJAWIKI.COM, YOGYA - Selokan Mataram adalah sebuah kanal yang menghubungkan antara Sungai Progo di bagian barat dengan Sungai Opak yang ada di bagian timur wilayah Yogyakarta.
Selain berfungsi sebagai saluran irigasi dan pengairan sawah di Yogyakarta, ternyata Selokan Mataram memiliki nilai sejarah yang penting.
Dilansir dari laman BPCB DIY, Kanal ini mulai dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VIII.
Kanal ini dibuat untuk mengairi lahan perkebunan tebu yang banyak dibuka di wilayah Yogyakarta. Setidaknya tercatat 17 pabrik gula yang dibangun di wilayah sekitar Kasultanan Yogyakarta.
Pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1909 membangun kanal atau saluran pengairan yang dikenal dengan selokan Van Der Wijck dan Bendungan Karang Talun.
Bangunan untuk pengairan ini mengairi area pertanian, khsususnya perkebunan tebu untuk beberapa wilayah di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.
Setelah era Sri Sultan Hamengku Buwana VIII berakhir, berganti dengan era kekuasaan Sri Sultan Hamengku Buwana IX.
Keberpihakan dan perhatian Sri Sultan Hamengku Buwana IX pada rakyat kecil sangat terasa. Hal tersebut terlihat jelas saat zaman penjajahan Jepang.
Jepang mengeluarkan kebijakan kerja paksa bagi warga di bekas jajahan Belanda, yang dikenal dengan romusha.
Tenaga-tenaga romusha dikirim ke berbagai daerah di nusantara bahkan ke luar negeri. Pekerja-pekerja romusha dipekerjakan di berbagai proyek pembangunan jalan, pertanian dan perkebunan.
Hal tersebut juga bertujuan untuk memperkuat kedudukan Jepang di daerah jajahannya agar dapat memenangkan perang.
Melihat kondisi ini, Sultan berinisiatif untuk menyelamatkan rakyatnya dari romusha.
Sultan Hamengku Buwana IX mengusulkan pada Jepang agar romusha yang berasal dari Yogyakarta dapat bekerja di daerah Yogyakarta sendiri.
Beliau menyampaikan bahwa Yogyakarta adalah daerah yang kering. Hasil bumi yang dijadikan andalan hanyalah singkong yang diolah menjadi gaplek.
Salah satu usulan berharga beliau adalah usulan proyek pembangunan saluran irigasi yang menghubungkan Sungai Progo dan Sungai Opak.
Melalui pengaruhnya yang kuat, Sri Sultan Hamengku Buwana IX menyampaikan kepada Jepang tentang keadaan wilayah Yogyakarta dengan menyebutkan bahwa kondisi penduduk dan areal pertaniannya sangat memprihatinkan karena masalah pengairan.
Diharapkan dengan keberadaan sarana pengairan yang memadai akan diperoleh hasil pertanian yang baik sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi Jepang.
Diplomasi Sri Sultan Hamengku Buwana IX menemui hasil positif. Jepang menyetujui pembangunan kanal untuk sarana pengairan yang pada zaman kolonial Jepang dikenal dengan nama Kanal Yoshiro, dan kini dikenal dengan nama Selokan Mataram.
Hal ini dapat mengurangi penderitaan dan korban jiwa pada para pekerja romusha dan memberi manfaat untuk wilayah Yogyakarta, khususnya di bidang pertanian.
Selokan Mataram kemudian dibangun tahun 1944, sepanjang 30,8 km dari Bendungan Ancol Bligo hingga Kalasan serta mengairi areal pertanian seluas 15.734 ha, pada waktu itu.
Renovasi yang pernah dilakukan, pertama tahun 1950, dan tahun 1980 oleh Departemen Pekerjaan Umum yaitu memperbaiki talud selokan di bagian hulu sepanjang 10 km. Beberapa perbaikan lainnya dilakukan juga pada sekitar tahun 2008-an.(*)
Sumber: Tribun Jogja
Memotret Yogyakarta Kini, Belasan Perupa Sajikan Realita di Atas Kanvas |
![]() |
---|
Menikmati Shawerma, Kudapan Asli Timur Tengah di Gerai Tarbush |
![]() |
---|
Semakin Dipermudah, Kini Masyarakat Yogyakarta Bisa Bersedekah dengan Saham |
![]() |
---|
Gelar Festival Apeman, Warga Mangkukusuman Ingin Wujudukan Kampung Apem Pertama di Kota Yogya |
![]() |
---|
Melihat Eksistensi dan Peluang Investasi Keris di Pameran Keris Ndalem Yudhanegaran |
![]() |
---|
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!